Penolakan atau
penyanggahan pendapat orang lain merupakan reaksi bentuk hasil rumusan jalan
pikiran kita terhadap pendapat orang lain, terutama dari aspek kelemahan
pendapat tersebut, yang kemudian diikuti alternatif jalan keluarnya. Di sini
terlihat bahwa, tak cukup bagi kita jika hanya sebatas menilai aspek kelemahan
pendapatnya. Tanggung jawab moral berikutnya adalah menyodorkan alternatif
solusi, dari yang terbaik sampai yang paling kurang baik. Di sisi lain kita
harus berani mengemukakan kelemahan pendapat lawan bicara, tidak usah melihat
siapa yang bicara, melainkan apa yang dibicarakan.
Mempelajari cara menolak pendapat lawan bicara sebenarnya juga bermanfaat untuk
mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri. Secara ilmiah setiap orang harus
berlaku jujur, baik terhadap orang lain maupun diri sendiri. Semakin objektif
dan jujur seseorang semakin berani mengoreksi pendapat diri sendiri. Hal ini
akan semakin membuat diri kita bersifat terbuka terhadap saran, kritik, dan
usul dari pihak lain, bahkan justru berterima kasih atas hal tersebut. Di sisi
lain, dalam memberikan kritik kita juga harus menilai diri sendiri apakah
penalaran kita dapat diterima orang lain. Jika kritik tersebut didasarkan pada
fakta-fakta yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta logis, kita harus
menerimanya secara satria.
A. Prinsip Penolakan:
1. Penolakan hendaknya diarahkan kepada
beberapa pokok yang penting saja, bukan pada seluruhnya. Kejujuran intelektual
mencegah kita untuk memilih yang tidak penting serta mengadakan generalisasi
bahwa seluruh argumennya salah.
2. Argumentasi yang digunakan tidak
terikat pada satu formulasi, tetapi ingin merebut dan menguasai situasi
terlebih dahulu, kemudian memanfaatkannya sebaik mungkin..
3. Penolakan hendaknya menggunakan kutipan-kutipan
secara tepat rumusan argumentasi atau pokok persoalan yang akan ditolak.
4. Metode penolakan dapat dipergunakan
untuk mengadakan evaluasi terhadap argumentasi diri sendiri.
5. Penerimaan yang dangkal terhadap
gagasan tertentu sebagai kebenaran mutlak merupakan pertanda ketidakkritisan
penalaran kita dan kurang terdidik.
6. Setiap tindakan, perubahan atau
halangan akan mendapat pertimbangan yang harmonis bila selalu diikuti dengan
kritik-kritik yang sehat.
7. Keberanian menolak sesuatu yang tidak
sesuai dengan kebenaran, logika semu, sensasi, walau gagasan itu mendapat
pasaran, perlu dilatih sebagai cerminan kaum terdidik.
B. Metode-metode Penolakan Pendapat
- Menyerang otoritas
Dalam hal ini
perlu diperhatikan apakah pendapat otoritas itu didukung dan diperkuat oleh
kesaksian ahli atau eksperimen-eksperimen tertentu. Pendapat yang tidak
didukung oleh evidensi-evidensi walau tidak salah sudah lemah kedudukannya.
Kita tidak boleh silau dengan kemashuran suatu otoritas. Kemashuran otoritas
hanya berarti bahwa otoritas tersebut pernah tepat dan benar secara lokal dan
temporal, mempunyai keterikatan ruang dan waktu.
Suatu pendapat
yang tidak didukung oleh evidensi hanya diogolongkan ke dalam hipotesis. Sebuah
hipotesis tidak dapat disangkal kebenarannya demi pengembangan ilmu, tetapi
belum menjadi suatu kesimpulan yang benar bila tidak didukung oleh evidensi
yang kuat. Di sisi lain otoritas pendapat mempunyai keterikatan tertentu,baik
berupa organisasi, poitik, ideologi, profesi, keyakinan (agama), ormas, dan
lain-lain yang menyebabkan subjektivitas pendapat.Oleh karena itu, kita harus
cermat apakah pendapat tersebut tidak mengandung prasangka, tidak tersembunyi
di balik keahliannya untuk maksud tertentu? Kita juga dapat menolaknya dengan
menggunakan kutipan otoritas-otoritas lain yang diperkuat dengan eksperimen,
observasi, atau penelitian. Kita dapat juga mengumpulkan fakta-fakta atau
evidensi untuk menyerang otoritas tadi.
2. Pratibukti (counterargument)
Cara ini merupakan
jalan yang efektif untuk menolak suatu pendapat karena ia mengemukakan
evidensi-evidensi tambahan atau jalan pikiran yang lebih baik untuk membuktikan
kesalahan pendapat lawan bicara. Hal itu membuktikan bahwa jalan pikiran kita
lebih baik daripada lawan bicara.
Pratibukti
tidak melibatkan pribadi-pribadi dan tidak ada serangan langsung terhadap suatu
pendapat. Secara sederhana kita kemukakan, “Inilah fakta dan logika
yang memperkuat pendapat saya. Berdasarkan evidensi dan jalan pikirtan ini, agaknya
hanya ada satu kemungkinan kesimpulan yang masuk akal.”
3. Salah nalar
Hal yang paling
esensial dalam proses penolakan adalah menunjukkan kesalahan dalam proses
penaralaran lawan bicara. Apakah jalan pikiran tersebut benar atau tidak,
kemudian dapat ditentukan sikap terhadap persoalan yang dibicarakan. Salah
nalar ini sering terjadi dalam jalan pikiran manusia di kehidupan
sehari-harinya, tanpa disadari secara pasti dan justru menabiat karena
kebiasaan. Kesalahan penalaran tersebut dapat berupa generalisasi sepintas
lalu, analogi yang pincang, semua alih-alih beberapa, kesalahan dalam hubungan
kausal, kesalahan karena tidak mengerti persoalan.
3.1 Generalisasi sepintas lalu
Prinsip ini
berasal dari keinginan yang kuat untuk menyederhanakan suatu persoalan yang
kompleks. Di sisi lain hal ini juga berasal dari kelambanan bertindak atau
kemalasan berusaha untuk meneliti fakta-fakta disertai dengan sikap
ketidakmauan mendalami bagian topik yang rumit.
Pola berpikir
ini sering disebut pemikiran tabloid cenderung menyederhanakan topik yang
kompleks kepada pembaca. Argumentasi semacam ini dapat ditolak dengan
memperlihatkan bahwa peristiwa-peristiwa khusus belum cukup banyak diselidiki
untuk menetapkan kebenaran konklusi. Perlu dicari lagi fakta-fakta yang cukup
banyak jumlahnya untuk meperkuat konklusi itu. Generalisasi sepintas lalu yang
didasari atas kebangsaan atau watak etnis perlu disikapi dengan hati-hati bila
diterima.
3.2 Analogi yang pincang
Analogi
induktif pada umumnya dapat diterima secara logis, tetapi ada juga corak
penalaran indukltif secara analogis yang pincang atau terlalu dipaksakan
padahal tidak ada kemiripan antara dua hal yang diperbandingkan tersebut atau
analogi penjelas diberikan kepada kita untuk menutup lubang perbedaan sehingga terbentuk
penalaran analogis yang logis.
3.3 Semua alih-alih beberapa
Pola pikir ini
menggunakan silogisme yang mengandung term tengah, tetapi fakta-fakta tidak
memberikan jaminan kebenaran. Kualitas universal afirmatif yang dinyatakan
dengan kata semua dan sejenisnya tidak selalu mutlak memberikan jaminan
kebenaran.
3.4 Kesalahan hubungan kausal
Seringkali
orang terjebak dalam kerangka berpikir bahwa peristiwa yang terjadi sebelumnya
merupakan penyebab terjadinya peristiwa berikutnya, padahal hal itu belum tentu
benar secara kausalitas. Jalan penalaran semacam ini disebut juga pos hoc, ergo
propter hoc (sesudah ini, sebab itu, karena itu). Kesalahan ini mirip dengan
nonsequitur (tidak bisa diikuti). Ini terjadi karena kesimpulan yang diturunkan
tidak berdasarkan premis-premis yang ada. Contoh: Ia tidak bisa mengurus rumah
tangga kantor karena mengurus rumah tangga sendiri saja tidak bisa.
3.5 Kesalahan karena tidak mengerti persoalan
Kesalahan ini
terjadi ketika seseorang berbicara banyak bukan pada inti yang harus
dibicarakan, melainkan berbicara pada pokok yang lain yang sebenarnya tidak
perlu dibicarakan saat itu. Hal ini semata karena yang bersangkutan tidak
mengetahui persoalan yang dibicarakan secara memadai.
3.6 Argumentum et hominem
Pola ini
merupakan pembuktian yang ditujukan kepada manusianya dengan jalan berusaha
mengelak memberikan bukti-bukti dari suatu masalah yang dihadapi dengan
mengompensasikan menolak karena manusianya.
4. Dorongan emosi
Manusia sering
mencampuradukkan antara rasio dan emosi yang justru menjerat manusia dalam arus
emosi, apalagi diwarnai dengan keengganan berpikir secara kritis.Oleh sebab
itu, manusia perlu menyadari diri dari pengaruh para demagog, tokoh politik,
pemasang iklan, dfan lain-lain. Kelemahan psikologis manusia seperti
itu sering dimanfaatkan dengan tujuan tertentu. Memang, tidak
selalu setiap sentuhan emosional bernada jahat. Cara menolaknya berpegang pasda
prinsip: semakin kuat aspek emosional yang mengriringi suatu pernyataan,
semakin lemah kebenaran persoalannya.
Cara-cara berikut dominan faktor emosinya sehinga objektivitasnya merosot.
4.1 Berbicarta berdasarkan prestise
Cara ini sering
digunakan dalam mempropagandakan sesuatu dengan jalan memanfaatkan prestise
seseoramng sehingga audiens menerima apa yang dipropagandakan. Model ini biasa
dipakai dalam dunia politik dan periklanan.
4.2 Menggunakan istilah yang berprasangka
Istilah
tertentu sering digunakan untuk menghantam lawan bicara. Konsep yang dikenal
umum atau sudah menjadi opini publik sering dimanfaatkan untuk menjatuhkan
kharisma seseorang, misalnya provokator, reaksioner, komunis, kapitalis, dan
lain-lain. Di sisi lain, sering digunakan istilah tertentu yang berkonotasi
baik, misalnya keamanan nasional, semangat berkorban, aksi sosial, rule of low,
pancasilais, reformis.
4.3 Argumentum ad populum
Pola ini
menggunakan populasi (masyarakat) sebagai dalih untuk membenarkan pendapatnya.
Rakyat sering digunakan sebagai alat untuk membentengi pidato politik atau
keperluan pribadi/kelompok dalam politik. Seseorang bisa menggunakan cara ini
demi kepentingan kelompoknya atau pribadi, sedangkan rakyat atau populasinya
hanya digunakan sebagai korban/benteng, bukan fakta.
5. Metode-metode khusus
Metode-metode
ini bersifat khusus karena memang digunakan dalam situasi khusus, yaitu dilema,
metode residu, dan reductio ad absurdum.
5.1 Dilema
Metode ini
sebenarnya termasuk daslam silogisme hipotetis yang bersifat majemuk, dan dari
segi bentuk bersifat separuh disjungtif. Hal ini terjadi karena premis mayor
dibentuk dari dua proposisi hipotetis, sedangkan premis minor dan konklusinya
merupakan proposisi disjungtif.
Jika melakukan hal
itu kamu akan dihukum seumur hidup, tetapi jika tidak melakukannya kamu akan
sengsara seumur hidup.
Dilema harus
mengandung akibaty yang sama berat. Sering terjadi bahwa dilema yang diajukan
tidak sama kuat. Sebab itiu sebagai metode penolakan, kita harus meneliti
secermat-certmatnya apakah betul terdapat dua alternatif yang mempnyai
pertalian yang sama kuat terhadap pokok-persoalan.
Bila tidak
kritis dan hati-hati dilema dapat menjadi generalisasi sepintas lalu yang
berlebihan. Dilema muncul dari anggapan seoolah-olah hanya ada dua
kemungkiinan, tidak lebih-tidak kurang. Untuk menolak
pendapat melalui dilema yang semua, cukup saja diajukan argumentasi bahwa satu
alternatif dapat disisihkan, atau masioh ada alternatif lain yang lebih baik.
5.2 Metode residu
Metode residu
merupakan usaha untuk menolak pendapat dengan mencatat semua alternatif yang
berhubungan, kemudian mencoba mengeluarkan alternatif-alternatif lain yang
mungkin saja tidak masuk akal atau tidak mungkin. Dengan demikian metode ini
lebih efektif bila semua alternatif yang berhubungan dengan persoalan dapat
dicatat semuanya. Jika satu alternatif saja diabaikan, metode ini akan
menemukan kegagalan. . Oleh karena itu, metode ini memerlukan penelitian yuang
cermat.
5.3 Reductio ad absurdum
Metode ini
bersifat memperluas suatu fase dari argumentasi yang dikemukakan lawan hingga
mencapai titik kabur (absurdum) atau sama sekali tidak masuk akal. Metode ini
digunakan secara tepat dengan memperlihatkan ejekan terhadap gagasan. Ini
memerlukan fakta-fakta yang tepat dan kuat bila tidak menginginkan kena
bumerang.
Tt/280122
Grhabakti